FOTO:Alex Grimm/Getty Images
Jakarta - Spanyol versus Italia yang berkesudahan 1-1 layak dinilai sebagai salah satu pertandingan terbaik di Matchday I Piala Eropa 2012. Pertandingan yang berkelas walaupun tidak memunculkan pemenang.Cesare Prandelli menurunkan formasi dasar yang sudah diprediksi banyak orang: 3-5-2 dengan memasang Bonucci-de Rossi-Chiellini di jantung pertahanan. Vicente del Bosque menggunakan formasi dasar 4-3-3, tetapi dengan kejutan kecil: tak ada striker.
Pertandingan berjalan ketat. Dominasi penguasaan bola seperti biasa ada di Spanyol. Sementara Italia menjaga pertahanan lewat kerapatan 3 defender mereka yang konstan menjaga jantung pertahanan. Sebelum terjadinya gol, situasi itulah yang terjadi di lapangan, dari menit pertama sampai kemudian Di Natale mencetak gol.
Kombinasi Silva-Fabregas-Iniesta
Selama 20 menit pertama, David Silva mendominasi serangan. Bagaimana Spanyol mengakhiri penyerangan ditentukan oleh pilihan Silva. Tiga kali percobaan mencetak gol Spanyol semuanya oleh Silva: 2 dari dalam kotak penalti, satu dari luar.
Setelah itu, alur serangan Spanyol lebih banyak ditentukan Iniesta. Dengan lebih banyak bergerak dari sisi kiri, Iniesta sedikit menggeser arah serangan Spanyol yang sebelumnya dominan dari arah kanan yang ditempati Silva.
Dengan Silva dan Iniesta secara bergantian memulai serangan di final third (sepertiga lapangan terakhir), maka Fabregas menjadi pusat kombinasi penyerangan Spanyol. Dengan memilih Fabregas dan tidak memasang satu pun striker, ide yang ingin dipraktikkan del Bosque adalah menjadikan Fabregas sebagai "false nine" yang diharapkan bisa menarik defender Italia, terutama de Rossi yang konstan berada tepat di tengah-tengah jantung pertahanan Italia.
Tetapi ide ini gagal membuat defender Italia terpancing meninggalkan posnya. Bonucci-de Rossi-Chiellini tetap ajeg di jantung pertahanan Italia, amat sering bahkan ketiganya bersamaan ada di dalam kotak penalti sendiri. Itu sebabnya mayoritas percobaan percobaan mencetak gol Spanyol yang dilakukan di dalam kotak penalti (sebanyak 60%) tergagalkan oleh block-shot.
Daniele de Rossi, el Comandante
Karena kedua full-back Spanyol (Jordi Alba dan Arbeloa) amat minim naik membantu serangan, maka kombinasi Bonucci-de Rossi-Chiellini sepenuhnya bisa fokus pada pergerakan Silva-Fabregas-Iniesta. Situasi di final-third bisa dikatakan adalah 3 vs 3.
De Rossi menunjukkan dirinya sebagai komandan lini pertahanan yang mampu membaca permainan lawan dengan amat bagus. De Rossi bahkan membuat beberapa defensive action yang krusial di dalam kotak penalti. Ia setidaknya membuat 3 tekel, 5 intersep, 3 clearance dan 2 blockshot.
Lihat chalkboard tiga defender Italia sepanjang pertandingan di bawah ini:
Dari chalkbord di atas terlihat pembagian area di antara Bonucci, de Rossi dan Chiellini. Terlihat Bonucci lebih banyak menjaga sisi kanan pertahanan, Chiellini menjaga sisi kiri pertahanan dan de Rossi berada di jantung pertahanan.
Dari tiga pemain bertahan Italia itu, Bonucci yang paling banyak disibukkan oleh pemain-pemain Spanyol. Seperti yang sudah disinggung di atas, selepas 20 menit pertama, arus serangan Spanyol di final-third lebih banyak dimulai dan dibangun oleh Iniesta yang lebih banyak bergerak di sisi kiri yang dijaga dengan Bonucci. Ini terlihat dari chalkboard passing Spanyol di daerah final third yang terlihat didominasi dari sisi yang ditempati Iniesta.
Motta sebagai box to box midfielder
Salah satu sebab kenapa Spanyol tidak cukup tajam dalam menembus pertahanan Italia adalah karena lini kedua mereka yang ditempati oleh Busquet, Alonso dan Xavi beberapa kali terlambat membantu ke depan. Untuk situasi ini, kredit harus diberikan pada Thiago Motta.
Tiap kali Xavi atau Xabi menguasai di lapangan tengah, Motta menjadi pemain pertama yang mencoba menghadang upaya Spanyol langsung merengsek ke depan. Beberapa kali Thiago sukses men-delay serangan dan memungkinkan Marchisio dan Pirlo mengorganisir diri melindungi pertahanan sekaligus memberi waktu Giaccherini dan Maggio di lebar lapangan turun mengisi posisi full-back.
Dalam situasi menyerang, Motta efektif sebagai penghubung antara Pirlo dan lini depan yang ditempati Cassano dan Balotelli. Motta bisa tiba-tiba berada di kotak penalti Spanyol. Pada menit 45, beberapa saat sebelum half-time, Motta tiba-tiba sudah berada di antara Ramos dan Pique di kotak penalti. Beruntung Casillas bisa menepis sundulan jarak dekat Motta.
Super-Sub dan perubahan kecil "False Nine"
Situasi di lapangan tidak banyak berubah memasuki babak II. Perubahan signifikan terjadi melalui strategi pergantian pemain yang dilakukan Prandelli maupun Del Bosque.
Dimulai dengan masuknya Antonio di Natale menggantikan Balotelli pada menit 57, perubahan terjadi hanya 3 menit berselang. Menerima bola dari daerah sendiri, Pirlo yang sepanjang permainan lebih banyak pasif menunggu di daerah sendiri dan lantas mengirimkan passing-passing ke depan, untuk pertama kalinya membawa bola sendiri sampai mendekati final third. Pergerakan brilian Pirlo diakhiri dengan through-pass brilian yang diakhiri finishing Di Natale. Super-sub. 1-0.
Spanyol membalas 3 menit kemudian melalui kombinasi Iniesta, Silva dan Fabregas. Silva yang menerima bola dari Iniesta tepat di depan back-line Italia berhasil menarik Bonucci naik sedikit ke depan. Dengan Fabregas tiba-tiba masuk dari belakang, Silva menyodorinya through-pass pendek yang berhasil diselesaikan Fabregas. 1-1.
Apa yang terjadi? Ide "false nine" untuk menarik perhatian defender rupanya lebih bekerja saat Silva berada di pusat kombinasi, bukan Fabregas. Pada gol balasan Spanyol, ide "false nine" bekerja karena Fabregas tidak mendekati pemegang bola (dalam gambar ada di tengah dengan titik hitam) untuk melakukan umpan satu dua, tapi langsung menusuk ke pusat pertahanan. Ini yang tidak terjadi saat Fabregas menjadi pusat kombinasi sebagai "false nine" karena Iniesta atau Silva cenderung merapat pada Fabregas dengan orientasi utama melakukan sentuhan satu dua.
Strategi pergantian pemain
Alur permainan menjadi berubah saat Silva diganti Navas dan Fabregas diganti Torres. Masuknya Torres mengubah cara menyerang Spanyol. Keluarnya Silva membuat Xavi lebih sering naik ke depan mendekati Torres. Ditambah keberadaan Navas di lebar lapangan yang memaksa Chiellini untuk banyak menjaga sisi kiri Italia, situasi di pertahanan Italia lebih merenggang.
Defensive-line sedikit lebih naik dan mau tidak mau mulai memasang perangkap offside. Dan ini terbukti efektif membongkar pertahanan Italia. Beberapa through-pass panjang dilepas Xavi berhasil memaksa De Rossi dan Chiellini melakukan sprint, sesuatu yang sangat jarang terjadi di babak I. Dalam 15 menit terakhir, Torres punya kesempatan berhadapan langsung dengan Buffon yang untuk pertama kalinya sepanjang pertandingan terpaksa harus keluar dari bawah mistar gawang.
De Rossi dan Chiellini beberapa kali harus melakukan sprint dan Buffon juga harus keluar dari bawah mistar menjadi ilustrasi paling tepat untuk menggambarkan perubahan drastis situasi di lapangan, terutama di sepertiga lapangan terakhir Italia.
Kendati berhasil menciptakan beberapa peluang, Italia sebenarnya sudah kehilangan inisiatif menyerang. Thiago yang sudah mulai kelelahan pada pertengahan babak II karena memainkan peran gelandang box to box, terlambat diganti Prandelli. Ini membuat serangan Italia lebih banyak bergantung pada Di Natale dan Giovinco yang masuk menggantikan Cassano.
Kesimpulan
Cara Prandelli menangani kombinasi serangan Silva-Fabregas-Iniesta dengan membiarkan tiga defendernya konstan bertahan di jantung pertahanan terbukti efektif, setidaknya sampai menit 63 ketika Spanyol berhasil mencetak gol. Del Bosque menjawab tantangan Prandelli itu dengan melakukan perubahan kecil pada pemangku peran "false nine".
Selebihnya, pada 20 menit terakhir pertandingan, del Bosque terlihat lebih unggul dari Prandelli. Strategi Del Bosque memasukkan Torres dan Navas jelas berhasil membuka space di jantung pertahanan Italia yang sebelumnya sangat rapat. Bahwa skor masih tetap 1-1, ini menunjukkan "cacat" kecil pada perubahan strategi Del Bosque: berhasil melonggarkan tembok, tapi gagal menjebolnya.
Dan untuk itu, kita hanya perlu menyebut satu nama untuk keberhasilan dan kegagalan perubahan siasat Bosque: Fernando Torres.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar