TV ONLINE

Kamis, 14 Juni 2012

Ulas Taktik Belanda-Jerman: Dinamisnya Schweini-Khedira



SAMARINDA
- Big match Belanda-Jerman berlangsung sangat menarik. Performa Der Panzer di lapangan tengah menjadi kunci keberhasilan mereka mengalahkan si "Oranye" dengan skor 2-1.

Menanggung beban harus menang untuk menjaga peluang lolos ke babak selanjutnya, Belanda kembali memasang formasi 4-2-3-1 dengan komposisi pemain yang hampir sama dengan saat dikalahkan Denmark beberapa waktu lalu. Hanya posisi center back yang mengalami perubahan. Sebelumnya posisi ini diisi oleh Ron Vlaar. Saat melawan Denmark, giliran Joris Mathijsen yang berduet dengan John Heitinga.

Sementara Jerman bahkan sama sekali tidak melakukan perubahan formasi dan susunan pemain dengan yang digunakan saat mengalahkan Portugal di laga pertama.

Lubang pada Jetro Willems

Di babak pertama Jerman lebih banyak menyerang daerah termasuk membuat serangan pertama di daerah ini. Pertahanan kiri Belanda dijaga oleh Willems, pemain asal klub PSV Eindhoven yang baru berusia 19 tahun.

Gol pertama Jerman berasal dari daerah sisi kiri pertahanan Belanda. Mereka berhasil menarik De Jong untuk bermain lebih ke kiri. Dengan tertariknya De Jong ke kiri, otomatis posisi Mark van Bommel pun tertarik ke kiri dan hal ini menyisakan daerah kosong buat Bastian Schweinsteiger. Bintang Bayern Munich itu langsung mengirimkan through pass kepada Mario Gomez yang ditinggalkan dua center back Belanda yang terlalu terpaku pada bola.

Gol kedua Jerman terjadi di daerah ini, di mana Gomez mampu keluar dari hadangan Arjen Robben dan usaha tackling Willems. Kegagalan Willems dalam memotong bola dengan kepalanya, membuat Gomez berhasil membangun sebuah serangan yang berujung pada sebuah gol.

Schweini-Khedira vs Van Bommel-De Jong

Pergerakan Schweini agak berbeda dengan yang dilakukannya di laga pertama saat menghadapi Portugal. Kombinasi Khedira dan Schweini di laga ini memang sedikit berbeda, dan perbedaan inilah yang menentukan hasil akhir pertandingan ini.

Di 30 menit pertama pertandingannya melawan Portugal, duet ini tetap diam di posisi mereka dan menyerahkan arah permainan Jerman pada Mesut Oezil. Setelah Oezil mengalami kemandegan karena terus menerus dijaga oleh Veloso, maka mulailah duet ini bermain terpisah. Schweini lebih cenderung melindungi pertahanan dan Khedira aktif membantu rekannya di depan.



Kali ini, giliran Kheidira yang menunggu dan memonitor pergerakan pemain tengah Belanda, terutama Wesley Sneijder. Sedangkan Schweini diberi kebebasan naik ke depan. Jika kita lihat area dan arah passing Schweini seperti tergambar dalam chalkboard, terlihat area pergerakan Schweini terbagi rata di 16 meter pertahanan sendiri, area tengah sampai final third pertahanan Belanda.

Cara bermain duet Schweini dan Khedira ini berbeda dengan cara bermain duet defensive midfielder (DM) Belanda yang bermain lebih pasif dan cenderung sejajar satu sama lain melindungi lini pertahanan.

Posisi De Jong-Van Bommel yang sejajar dan statis ini juga terlihat dari cara memberi umpan. Sebagai perbandingan, duet Van Bommel Nigel de Jong mengirimkan 5 longpass dan 1 through ball dalam pertandingan ini. Sebaliknya, Kheidira-Bastian mengirimkan 5 long pass dan 2 trough pass yang dua-duanya menjadi asisst.

Menekan sejak dari daerah lawan



Tidak berhasilnya Belanda keluar dari tekanan dikarenakan permainan agresif Jerman yang berhasil menekan sejak di daerah Belanda sendiri. Jerman berhasil memenangi 12 dari 17 tackle yang mereka buat, 5 tackle di antaranya dilakukan di daerah pertahanan Belanda.

Tekanan ini membuat beberapa kali pertahanan Belanda melakukan kesalahan elementer yang membahayakan gawangnya sendiri. Ini dimungkinkan karena, sekali lagi, Schweini dan Khedira tidak pasif bermain sejajar di depan garis pertahanan. Mereka melakukan kombinasi siapa yang ada di depan dan siapa yang ada di belakang.

Ini juga cara Joachim Loew untuk mengisolasi Sneijder. Dengan menahan Van Bommel-De Jong agar bertahan sejajar, Belanda bermain seperti dua tim yang berbeda: 4 tim menyerang (Sneijder-Persie-Robben-Affelay) dan sisanya bertahan.

Di mana Affelay?



Sudah disinggung tentang Belanda bermain seperti dengan dua tim berbeda (6-4) dengan 4 pemain sebagai tim menyerang (Sneijder, Persie, Robben, Affelay). Sayangnya, formasi 6-4 ini pada sisa babak 1 seperti berubah menjadi 6-3 dengan "hilangnya" Affelay.

Ini terjadi karena pergerakan Sneijder dan Persie yang condong merapat ke kiri ke arah Affelay. Di satu area itu, sering bertumpuk 3 pemain tersebut, dan menyisakan Robben sendirian di kanan. Jika kita lihat pembagian area pergerakan pemain di atas, terlihat Belanda hanya main 10 orang, dengan posisi Sneijder (no. 10) menindih Affelay.

Bandingkan dengan Jerman. Posisi Gomez (no. 23) memang agak beririsan dengan Oezil (no. 8), akan tetapi irisan itu terjadi di tengah lapangan, bukan di tepi lapangan sebagaimana irisan dan penumpukan Sneijder dan Affelay. Ini membuat pilihan bergerak Gomez dan Oezil masih terbuka karena area yang bisa dieksplorasi pun masih lebar.

Belanda mematenkan 4-4-2

Di awal babak II, Bert van Maarwijk melakukan dua pergantian sekaligus mengubah formasi timnya. Klaas-Jan Huntelaar masuk menjadi target man dan Rafael van der Vaart menggantikan Van Bommel. Permainan terbuka Belanda ditandai dengan perubahan formasi 4-4-2 saat bertahan dan 4-3-3 saat menyerang.

Sneijder tetap lebih condong bergerak antara tengah ke kiri permainan, akan tetapi tidak ada lagi penumpukan pemain sebagaimana terjadi di babak I bersama Affelay. Ini membuat area pergerakan pemain Belanda menjadi lebih merata dan pembagian 6-4 antara unit menyerang dan bertahan bisa berjalan dengan lebih bagus. De Jong tetap diplot sebagai DM dengan VdV sebagai passer bergerak di antara Sneijder dan De Jong (mirip seperti Scwehini di babak I yang posisinya berada di antara Oezil dan Khedira).



Tapi Jerman tetap kokoh, kali ini Khedira dan Schweini bermain lebih disiplin menjaga kedalaman. Bahkan, Schweini dan Khedira seringkali bermain sejajar, justru mirip dengan de Jong-Bommel di babak I. Situasi ini relatif bisa menjaga kedalaman lini tengah Jerman. Pada gambar di atas, terlihat Schweini dan Khedira (keduanya di dalam lingkaran hitam) sudah berada di posisi yang tepat untuk melindungi barisan pertahanan Jerman saat Sneijder yang menguasai bola baru saja memasuki wilayah Jerman.

Di sekitar menit 69, Sneijder bermain lebih melebar ke kiri, Belanda kemudian bermain dengan formasi 4-4-2. Di lini tengah, Van der Vaart menjadi gelandang serang dan De Jong berada di depan duet bek tengah. Ancaman pertama Belanda dengan formasi ini adalah tembakan Sneijder yang merima umpan Robben yang sayangnya masih bisa diblok Jerome Boateng.

Belanda akhirnya bisa mencetak gol di menit 74 lewat Van persie yang melakukan aksi individu dengan mencetak gol dari luar kotak penalti setelah mendapat asisst Sneijder. Gol terjadi di depan kotak penalti, menandakan retaknya pertahanan yang digalang Khedira-Schweini.

Sayangnya itu tak terjadi lagi. Upaya menambah daya gedor dengan memasukan Kuyt menggantikan Robben tak mampu menghasilkan gol penyama kedudukan. Jogi Loew sudah tanggap dengan upaya itu dan memasukkan Toni Kroos menggantikan Oezil yang memang jarang menghabiskan 90 menit di lapangan.

Kesimpulan

Bermain dengan dua pemain bertipe hard DM dalam diri De Jong dan Bommel tak membuat Belanda mampu tampil kokoh di areanya sendiri. Untuk apa memasang dua hard DM jika Schweini bisa dengan leluasa mengirim through pass di depan kotak penalti?

Loew menemukan pemecahan untuk menembus ketatnya dua DM yang membawa Belanda ke final Piala Dunia 2010 dengan cara yang simpel: menukar area gerak dan peran Schweini dan Khedira. Saat Belanda memasukkan Van der Vaart , Loew mengubah struktur lini tengah Jerman dengan memastikan Schweini dan Khedira bermain seperti Van Bommel dan De Jong di babak I.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar